Dipicu Media Sosial, Teori Konspirasi dan Serangan Terhadap Umat Yahudi Makin Marak

- 23 Mei 2021, 21:40 WIB
Orang-orang memprotes anti-semitisme pada rapat umum di depan Perpustakaan Umum New York di 5th Ave pada 15 Oktober 2020.
Orang-orang memprotes anti-semitisme pada rapat umum di depan Perpustakaan Umum New York di 5th Ave pada 15 Oktober 2020. /Anadolu Agency /Tayfun Coskun

Ponorogo Terkini – Belakangan ini marak gerakan antisemitisme yang dipicu oleh media sosial.

Berbagai konten di media sosial pun semakin banyak yang mengandung ujaran kebencian terhadap umat Yahudi.

Dilansir dari New York Post, gerakan dan konten antisemitisme semakin banyak tanpa melalui pengecekan fakta terlebih dahulu.

Baca Juga: 5 Tips Berpakaian Bagi Pemilik Bentuk Tubuh Buah Pir

"Antisemitisme adalah suatu teori konspirasi dan seperti yang diketahui tidak ada lahan yang lebih subur untuk penyebaran teori konspirasi yang lebih cepat selain media sosial. Karena dengan menggunakan media sosial, tidak perlu melakukan pengecekkan fakta apapun sebelumnya," kata Blake Flayton, pendiri Kongres Zionis Baru nirlaba, kepada The Post.

 

"Kebohongan sebenarnya jauh lebih mengerikan karena kebohongan dapat menyebar jauh lebih cepat dan menjangkau lebih banyak orang," tambah Flayton.

Beberapa berita yang mengandung kebohongan semakin menyebar sehingga menyebabkan umat Yahudi diserang.

Beberapa berita yang mengandung kebohongan antara lain, Israel yang membakar Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, serta pernyataan palsu yang menghasut dari akun Twitter Pasukan Pertahanan Israel.

Baca Juga: Angka Kematian Akibat Covid-19 di Amerika Latin Tembus 1 Juta Jiwa

Pihak perusahaan beberapa media sosial bisa dikatakan lambat dalam menanggapi informasi palsu yang kini semakin marak beredar.

Sementara pihak perusahaan media sosial seakan membiarkan berita hoax atau penuh kebohongan.

Anggota parlemen negara bagian New York, Phara Souffrant Forrest, baru-baru ini membagikan gambar propaganda "Palestina" di peta yang tidak menyertakan Israel. Dia kemudian menghapus postingan tersebut.

Grup Facebook pro-Israel dipaksa offline awal pekan ini setelah menjadi target kampanye "terorisme dunia maya". Seorang reporter CNN pun kedapatan memuji Hitler.

“Twitter juga ikut menjadi masalah dalam kasus ini karena Twitter tidak menegakkan aturannya secara konsisten,” ujar Dan Gainor, selaku Wakil Presiden di Pusat Penelitian Media, sebuah kelompok pengawas konservatif, mengatakannya kepada The Post.

“Jadi memungkinkan antisemitisme ini untuk menyebut orang-orang Yahudi sebagai Nazi dan berbagai hal kotor lainnya yang ada di dalam sebuah buku dan ia tidak melakukan apa-apa,” tutup Dan Gainor.***

Editor: Yanita Nurhasanah

Sumber: New York Post


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x