Tewaskan 10 Warga Sipil, AS Minta Maaf atas Serangan Brutal di Kabul pada Agustus Lalu

18 September 2021, 05:39 WIB
Ilustrais serangan di Kabul yang di lakukan tentara AS pada bulan Agustus lalu /Pixabay/@tprzem

PONOROGO TERKINI – Pada 29 Agustus lalu, pesawat tak berawak di Kabul menewaskan 10 warga sipil, termasuk tujuh anak-anak.

Pentagon mengatakan serangan pada bulan lalu itu menargetkan seorang pengebom bunuh diri ISIS yang menjadi ancaman bagi pasukan pimpinan AS di bandara.

Kejadian itu berlangsung saat mereka menyelesaikan tahap terakhir penarikan mereka dari Afghanistan.

Baca Juga: Anggota Kongres Desak Amerika Serikat Gandeng NGO Lakukan Evakuasi dari Afghanistan

"Pada saat pemogokan, saya yakin bahwa serangan itu telah mencegah ancaman segera terhadap pasukan kami di bandara," Jenderal Korps Marinir Frank McKenzie, kepala Komando Pusat AS, mengatakan kepada wartawan.

Saat itu, laporan tentang korban sipil muncul namun Frank McKenzie tetap melanjutkan serangan dan membenarkan tindakannya.

Atas kejadian tersebut Pentagon meminta maaf dan kejadian itu adalah kesalahan yang tragis.

Baca Juga: Ancaman Serangan Mematikan di Bandara Kabul, Amerika Serikat dan Inggris Beri Peringatan ke Warganya

"Investigasi kami sekarang menyimpulkan bahwa serangan itu adalah kesalahan yang tragis,”imbuh Frank McKenzie.

Seperti yang diberitakan Reuters, dalam sebuah pernyataan, Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengatakan serangan pesawat tak berawak itu telah menewaskan Ahmadi.

Identitas Ahmadi diketahui sebagai pekerja di sebuah organisasi nirlaba bernama Nutrition and Education International.

Baca Juga: Terpisah dari Orangtua, Dua Anak Afghanistan Terjebak di Luar Bandara Kabul

"Kami sekarang tahu bahwa tidak ada hubungan antara Ahmadi dan ISIS-Khorasan, bahwa aktivitasnya pada hari itu sama sekali tidak berbahaya dan sama sekali tidak terkait dengan ancaman yang kami yakini akan kami hadapi," kata Austin dalam pernyataannya.

"Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha untuk belajar dari kesalahan mengerikan ini."***

Editor: Dian Purnamasari

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler