PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akan Mengambil Alih sebagai Menteri Keuangan

25 Mei 2022, 22:36 WIB
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe /Instagram/ @ranil_wickremesinghe

PONOROGO TERKINI - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe akan mengambil alih sebagai menteri keuangan.

Kantor presiden telah mengumumkan dan akan memimpin pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai negara yang dilanda krisis.

"Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai menteri keuangan, stabilisasi ekonomi, dan kebijakan nasional di hadapan Presiden Gotabaya Rajapaksa pagi ini," kata pernyataan dari kantor presiden, pada Rabu, 25 Mei 2022.

Baca Juga: Sri Lanka sedang Krisis, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe Pangkas Pengeluaran

Wickremesinghe memaparkan rencana langsungnya untuk ekonomi, termasuk menyajikan anggaran sementara dalam waktu enam minggu, dikutip dari Reuters.

Ia juga akan memangkas pengeluaran pemerintah dan mengarahkan kembali dana ke dalam program bantuan dua tahun.

Baca Juga: Perdana Menteri Baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe Umumkan Negaranya Kehabisan Stok Bensin

Pada hari Selasa, Bank Dunia mengatakan tidak berencana untuk memberikan pembiayaan baru ke Sri Lanka sampai kerangka kebijakan ekonomi yang memadai telah ditetapkan.

Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa dia mengharapkan paket pinjaman berkelanjutan dari IMF sambil melakukan reformasi struktural yang akan menarik investasi baru ke negara itu, dikutip dari Al Jazeera

Baca Juga: Pulau Daat di Malaysia Dilelang, Buka Harga Rp400 Miliar

Sayangnya, Sri Lanka secara resmi dinyatakan gagal bayar oleh lembaga pemeringkat setelah tidak membayar kupon pada dua obligasi negaranya.

Ia telah mempekerjakan penasihat keuangan dan hukum kelas berat Lazard dan Clifford Chance saat mempersiapkan tugas yang sulit untuk menegosiasikan kembali utang luar negeri senilai $12 miliar.

Baca Juga: Ngaku Punya Lahan Jati di Indonesia, Dua Warga Asing Ini Raup Keuntungan $1,4 juta dari Investasi Bodong

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu terhuyung-huyung di bawah krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan pada tahun 1948, dengan kekurangan devisa yang parah.

Mereka terpaksa membatasi impor, termasuk kebutuhan pokok seperti bahan bakar dan obat-obatan.***

 

Editor: Dian Purnamasari

Sumber: Reuters Aljazeera

Tags

Terkini

Terpopuler