Ponorogo Terkini - Umat Islam di seluruh dunia diwajibkan untuk menjalankan puasa selama sebulan penuh dalam bulan suci Ramadan yang kini sudah memasuki hari yang ke-14.
Di Indonesia, bulan suci Ramadan identik dengan berbagai tradisi khas, mulai dari membangunkan sahur, ngabuburit, dan berbagi takjil selepas sholat tarawih.
Salah satu tradisi yang tidak terpisahkan saat bulan puasa adalah tradisi membangunkan sahur dengan cara berkeliling ke rumah-rumah warga dengan memukul kentongan dan menyerukan sahur.
Baca Juga: Tindakan Tegas Akan Diberikan pada Warga India yang Nekat Langgar Karantina di Indonesia
Cara lainnya adalah menyerukan sahur melalui toa yang terpasang pada masjid.
Melansir dari laman resmi Kementerian Agama, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kementerian Agama, Moh. Agus Salim menyebutkan bahwa tradisi tersebut hendaknya dilakukan dengan baik dan mengutamakan nilai sopan santun.
Hal tersebut menurut Moh. Agus Salim diperlukan agar keutamaan dan keberkahan bulan suci ini tetap terjaga. Untuk membangunkan sahur, perlu memperhatikan hak dan kepentingan pribadi orang lain.
Baca Juga: Jokowi Sebut Kekerasan di Myanmar Harus Dihentikan dalam Asean Leaders Meeting
Jangan sampai tradisi membangunkan sahur yang memiliki tujuan baik tersebut justru merenggut hak orang lain.
Semisal hak orang yang sedang sakit, orang yang memiliki anak balita bisa terganggu tidurnya, serta bagi warga yang memeluk agama dan kepercayaan berbeda dengan umat Islam.
Di sisi lain, Pelaksana Subdirektorat Kemasjidan Fakhry Affan menyebutkan bahwa sejak tahun 1978, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan untuk penggunaan pengeras suara atau toa dalam KEP/D/101/1978.
Penggunaan alat pengeras suara atau toa masjid durasi penggunaannya cukup satu menit, dengan suara yang baik (tidak berteriak) dan tata cara yang sopan.
Toa bisa digunakan untuk membangunkan sahur pada pukul 02.30 - 03.00 WIB, dan 03.30 WIB. ***
Artikel Rekomendasi