AS Tetap Lanjutkan Suntikan Vaksin Johnson & Johnson, Meskipun Ada Laporan Pembekuan Darah dan Kematian

24 April 2021, 11:15 WIB
Botol dengan stiker dan jarum suntik medis terlihat di depan logo Johnson & Johnson yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 31 Oktober 2020. /REUTERS/ Dado Ruvic

Ponorogo Terkini – Amerika Serikat berpeluang melanjutkan penggunaan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson, atau berarti mengakhiri jeda 10 hari untuk menyelidiki laporan pembekuan darah usai penyuntikkan vaksin ini.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Food and Drug Administration (FDA) mengatakan dalam pernyataan bersama, mereka akan memperingatkan risiko pembekuan darah yang jarang namun bisa menyebabkan kematian dalam lembar fakta yang diberikan kepada penerima suntikan.

Pejabat tinggi FDA AS mengatakan jika keputusan itu segera berlaku, maka akan membuka jalan bagi suntikan vaksin akan kembali dimulai paling cepat pada Sabtu ini.

Baca Juga: Warga Palestina Bentrok dengan Polisi Israel di Malam Ramadan, 100 Orang Terluka

"Kami tidak lagi merekomendasikan jeda (waktu untuk investigasi) dalam penggunaan vaksin ini," kata Direktur CDC, Rochelle Walensky dalam jumpa pers.

"Berdasarkan analisis mendalam, kemungkinan ada kaitannya (penyuntikkan vaksin dan pembekuan darah) tetapi
resikonya sangat rendah," lanjutnya.

Baca Juga: Tak Menggubris Negara Lain, Komisi Eropa Gila-gilaan Borong Vaksin Pfizer!

Regulator AS ini membuat keputusan setelah menyelidiki resiko vaksin COVID-19 Johnson &
Johnson dan menggelar pertemuan dengan penasihat luar untuk CDC yang merekomendasikan agar jeda investigasi vaksin diakhiri.

CDC menyepakati dengan hasil 10:4 dari panelis yang hadir bila vaksin J&J bisa
direkomendasikan untuk diberikan kepada orang berusia 18 tahun ke atas.

"Rekomendasi Komite adalah langkah penting untuk melanjutkan vaksinasi yang sangat
dibutuhkan dengan cara yang aman bagi jutaan orang di AS," kata Kepala Ilmiah J&J Paul Stoffels dalam sebuah pernyataan.

CDC mengatakan bahwa ada total 15 laporan pembekuan darah usai pemberian vaksin
tersebut, termasuk enam kasus asli yang dikonfirmasi semuanya terjadi pada wanita.
Sementara itu ada tiga laporan kematian.

Memang, kemanjuran vaksin J&J dalam pengujian klinis tertinggal yang ditunjukkan oleh dua vaksin lainnya yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.

Namun vaksin ini memiliki keunggulan dibandingkan vaksin yang diproduksi oleh Pfizer dan Moderna, di mana vaksin hanya perlu diberikan dengan dosis tunggal.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Meroket, Kemenhumkam Larang Warga India Menapakkan Kaki ke Indonesia

Selain itu, vaksin J&J juga bisa disimpan di lemari es dan tidak perlu dibekukan selama
proses distribusi menggunakan transportasi, yang membuatnya lebih baik untuk area yang
sulit dijangkau.

Amerika Serikat memang terus berupaya mempercepat vaksinasi pada warganya dalam
beberapa bulan terakhir. Sekitar 35% orang dewasa telah divaksinasi penuh dan 53% telah
menerima setidaknya satu suntikan, menurut data CDC.

Tak heran, upaya ini untuk mengatasi pergulatan negeri adidaya Amerika yang sudah
memimpin dunia dengan laporan sekitar 570.000 kematian akibat COVID-19.

Keputusan AS mengikuti keputusan serupa lembaga pengawas obat-obatan di Eropa, European Medicines Agency (EMA), yang pada Selasa mengatakan manfaat tembakan J&J
melebihi risikonya.

EMA merekomendasikan adanya tambahan peringatan tentang pembekuan darah yang tidak biasa dengan jumlah trombosit darah rendah ke label produk vaksin yang akan diberikan kepada penerima vaksin.

Dengan langkah ini, J&J bisa kembali melanjutkan peluncuran vaksinnya di kawasan benua biru. Kabar baik dari Negeri Paman Sam dan Eropa ini pun mendorong apresiasi pada harga saham raksasa farmasi ini.

Saham Johnson & Johnson ditutup naik 0,2% ke level $ 165,52 pada penutupan perdagangan di Wall Street, Jumat, 23 April 2021.***

Editor: Yanita Nurhasanah

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler