Ratusan Anak Yatim Piatu dan Tentara di Korea Utara Jadi Pekerja Sukarela, Pemerintah Terindikasi Langgar HAM

- 30 Mei 2021, 08:22 WIB
Ilustrasi pekerja anak-anak
Ilustrasi pekerja anak-anak /Pixabay/freetousesounds

Ponorogo Terkini – Korea Utara kembali disorot setelah adanya dugaan keterlibatan ratusan anak yatim piatu, pelajar dan tentara wajib militer menjadi sukarelawan untuk pekerjaan kasar.

Mereka bekerja di bidang tambang batu bara, proyek konstruksi besar dan pertanian. Hal ini diungkap oleh KCNA, sebuah agensi berita di Korea Utara.

Menurut laporan kantor berita negara KCNA, ratusan lulusan sekolah yatim piatu secara sukarela bekerja di bidang yang sulit. Tetapi, KCNA tidak menyebutkan rentang usia anak yatim piatu yang bekerja sebagai pekerja kasar.

Baca Juga: Pembalap Indonesia Jeremy Alcoba Alami Insiden Menakutkan di Laga Kualifikasi Moto3 Italia

Dilansir dari Reuters, KCNA hanya menuliskan mereka sudah lulus dari sekolah menengah. Foto yang diterbitkan di surat kabar pemerintah menunjukkan pekerja kasar tersebut adalah remaja yang diperkirakan berusia belasan tahun.

Pada Sabtu, 29 Mei 2021 KCNA melaporkan lebih dari 700 anak yatim secara sukarela bekerja di pertanian koperasi, kompleks besi dan baja, dan di bidang kehutanan.

Pada Kamis, 27 Mei 2021 KCNA melaporkan sekitar 150 lulusan dari tiga sekolah yatim piatu secara sukarela bekerja di tambang batu bara dan pertanian.

"(Lulusan sekolah yatim piatu) secara sukarela bekerja di tempat-tempat kerja utama untuk pembangunan sosialis atas keinginan mereka untuk memuliakan pemuda mereka dalam perjuangan untuk kemakmuran negara," kata KCNA.

“Mereka menyelesaikan kursus sekolah mereka di bawah pengawasan hangat dari partai induk," ujar KCNA menambahkan.

Baca Juga: KM Karya Indah Rute Ternate – Sanana Terbakar, 257 Orang Dinyatakan Selamat 1 Orang Dalam Pencarian

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, tindakan diambil oleh Korea Utara untuk menahan angka positif Covid-19 justru memperburuk pelanggaran hak asasi manusia dan kesulitan ekonomi bagi warganya, termasuk kelaparan.

Menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada 2020 tentang praktik hak asasi manusia, dalam beberapa kasus anak-anak berusia 16 dan 17 tahun terdaftar di brigade konstruksi bergaya militer selama periode 10 tahun.

Mereka dikenakan jam kerja yang panjang dan melakukan pekerjaan berbahaya. Padahal undang-undang Korea Utara melarang adanya kerja paksa.

Baca Juga: David Alaba Tinggalkan Bayern Muenchen, Semoga Jadi Nasib Baik Untuk Real Madrid

"Para pelajar menderita luka fisik dan psikologis, kekurangan gizi, kelelahan, dan kekurangan pertumbuhan sebagai akibat dari kerja paksa yang diwajibkan," menurut laporan Departemen Luar Negeri AS.

Namun, Korea Utara membantah laporan pelanggaran hak asasi manusia. Korea Utara mengatakan, masalah tersebut dipolitisasi oleh musuh-musuhnya.

Laporan media pemerintah baru-baru ini juga menggambarkan mahasiswa yang secara sukarela bekerja pada proyek-proyek besar. Sementara legiun prajurit-pembangun dari militer negara bekerja di bidang konstruksi.***

Editor: Dian Purnamasari

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini